Senin, 07 April 2014

Surat Untuk Rama



Rama, apa kabar? Aku baik saja di sini. Ya, walaupun senja tidak sama lagi seperti kemarin namun aku tetap baik. Rama, masihkah kau seperti yang dulu? Masihkah kau menjadi seorang yang berarti bagi orang lain? Masihkah kau melucon seperti senja itu? Masihkah kau bersinar seperti sang bintang di langit gelap? Masihkah kau ..?
Bagaimana? Masihkah hatimu tetap dengannya, tetap dengan seorang Sinta?
Oh ya, Rama, aku ingin bercerita. Di sini aku menemukan banyak hal, mulai dari seorang teman hingga seorang yang mencuri hatiku, hehe. Aku di sini bertemu Yanku, anak paling super yang pernah kutemui namun ia seorang yang langsung mengerti akan diriku. Aku dan Yanku seperti seorang teman lama yang dipisahkan. Aku di sini juga bertemu Kian, seorang yang menarik perhatianku. Ia tak seistimewa dirimu, ia juga tak seindah dirimu, namun ia memiliki sesuatu yang menarik dan aku suka. Ia seorang agamis sejati, seorang akademik sejati dan seorang organisator sejati. Bisa dikatakan ia pancaran seorang pemimpin yang sempurna. Rama, kau kan tahu aku bisa membaca aura. Sepertinya Kian mulai mengagumi sahabatku Yanku itu, aku sedih jika mengingat itu semua. Aku harus apa sekarang? Haruskah aku menjauh dari Yanku?
Rama, kau baik saja di sana? Banyak yang lebih sempurna dari Sinta? Atau kau masih menungguku berubah menjadi seorang Sinta? Ahaha itu tidak mungkin Rama. Aku tetaplah seperti ini tak akan bisa berubah menjadi seorang Sinta.
Rama, di sini aku tak bisa merasakan senja seperti kemarin lagi. Aku selalu bertemu dengan bintang di langit gelap. Sepertinya sulit sekali bertemu senja di sini. Aku sedih, aku tak bisa bertemu dengan senja. Padahal senja adalah satu-satunya jalan aku bertemu denganmu.
Rama, aku sudah terlalu banyak bercerita pada hujan. Ya, walaupun kini aku tak begitu berharap ia ada di sini. Hujan selalu datang dan pergi sesukanya. Ia jahat, ia tak pernah mendengar semua ceritaku. Ia hanya mendengarkan semua desiran angin yang berhembus. Ia tak pernah menganggapku ada. Mungkin karena aku kecil, entahlah.
Rama, sudah berapa senja kau habiskan? Seribu kah? Di suratmu yang terakhir, kau mengatakan bahwa kau telah menunggu senja sebanyak 60 kali. Benarkah? Maaf, aku tak bisa menepati janjiku. Namun, aku bingung Rama. Kau itu cinta mati dengan Sinta, mengapa masih menunggu senja selama itu hanya sekedar untuk bertemu denganku? Kau itu memilih siapa? Aku atau Sinta?
Aku tak akan pernah bisa melampaui Sinta dalam hal apapun itu namun satu hal yang harus kau tahu aku akan sempurna dengan caraku sendiri dan  takkan pernah ada yang mengetahui bahwa aku sempurna dengan caraku sendiri kecuali seorang yang bisa melihatku dari sisi lain. Sisi lain yang hanya akan terlihat oleh seorang terbaik yang akan mengertiku apa adanya.
Rama, sekian ceritaku untuk kali ini. oh ya, mulai saat ini tak perlu lagi kau menunggu senja. Aku di sini cukup bahagia walaupun sulit untuk tertawa. Bahagialah bersama Sinta.



Salam Hangat

Sang Pengagum Hujan