Rama, apa kabar?
Aku baik saja di sini. Ya, walaupun senja tidak sama lagi seperti kemarin namun
aku tetap baik. Rama, masihkah kau seperti yang dulu? Masihkah kau menjadi
seorang yang berarti bagi orang lain? Masihkah kau melucon seperti senja itu?
Masihkah kau bersinar seperti sang bintang di langit gelap? Masihkah kau ..?
Bagaimana? Masihkah
hatimu tetap dengannya, tetap dengan seorang Sinta?
Oh ya, Rama, aku
ingin bercerita. Di sini aku menemukan banyak hal, mulai dari seorang teman hingga
seorang yang mencuri hatiku, hehe. Aku di sini bertemu Yanku, anak paling super
yang pernah kutemui namun ia seorang yang langsung mengerti akan diriku. Aku
dan Yanku seperti seorang teman lama yang dipisahkan. Aku di sini juga bertemu
Kian, seorang yang menarik perhatianku. Ia tak seistimewa dirimu, ia juga tak
seindah dirimu, namun ia memiliki sesuatu yang menarik dan aku suka. Ia seorang
agamis sejati, seorang akademik sejati dan seorang organisator sejati. Bisa
dikatakan ia pancaran seorang pemimpin yang sempurna. Rama, kau kan tahu aku
bisa membaca aura. Sepertinya Kian mulai mengagumi sahabatku Yanku itu, aku
sedih jika mengingat itu semua. Aku harus apa sekarang? Haruskah aku menjauh
dari Yanku?
Rama, kau baik saja
di sana? Banyak yang lebih sempurna dari Sinta? Atau kau masih menungguku
berubah menjadi seorang Sinta? Ahaha itu tidak mungkin Rama. Aku tetaplah
seperti ini tak akan bisa berubah menjadi seorang Sinta.
Rama, di sini aku
tak bisa merasakan senja seperti kemarin lagi. Aku selalu bertemu dengan
bintang di langit gelap. Sepertinya sulit sekali bertemu senja di sini. Aku
sedih, aku tak bisa bertemu dengan senja. Padahal senja adalah satu-satunya
jalan aku bertemu denganmu.
Rama, aku sudah
terlalu banyak bercerita pada hujan. Ya, walaupun kini aku tak begitu berharap
ia ada di sini. Hujan selalu datang dan pergi sesukanya. Ia jahat, ia tak
pernah mendengar semua ceritaku. Ia hanya mendengarkan semua desiran angin yang
berhembus. Ia tak pernah menganggapku ada. Mungkin karena aku kecil, entahlah.
Rama, sudah berapa
senja kau habiskan? Seribu kah? Di suratmu yang terakhir, kau mengatakan bahwa
kau telah menunggu senja sebanyak 60 kali. Benarkah? Maaf, aku tak bisa
menepati janjiku. Namun, aku bingung Rama. Kau itu cinta mati dengan Sinta, mengapa
masih menunggu senja selama itu hanya sekedar untuk bertemu denganku? Kau itu
memilih siapa? Aku atau Sinta?
Aku tak akan pernah
bisa melampaui Sinta dalam hal apapun itu namun satu hal yang harus kau tahu
aku akan sempurna dengan caraku sendiri dan takkan pernah ada yang mengetahui bahwa aku
sempurna dengan caraku sendiri kecuali seorang yang bisa melihatku dari sisi
lain. Sisi lain yang hanya akan terlihat oleh seorang terbaik yang akan
mengertiku apa adanya.
Rama, sekian
ceritaku untuk kali ini. oh ya, mulai saat ini tak perlu lagi kau menunggu
senja. Aku di sini cukup bahagia walaupun sulit untuk tertawa. Bahagialah
bersama Sinta.
Salam Hangat
Sang Pengagum Hujan